Friday, July 1, 2016

ANALISA SOSIAL

Analisa Sosial
  1. Pengertian Ansos (Fungsi, Posisi, dan Mengapa?)
  2. Teori-Teori Ansos
  3. Langkah-Langkah Ansos
  4. Ruang Lingkup Ansos
A.    Pengertian Ansos
Analisa sosial adalah suatu usaha menganalisa bagaimana keadaan sosial hari ini berupa pencarian data atas realitas secara objektif.
Ansos berfungsi untuk memperoleh data, serta mempelajari struktur sosial yang ada, mendalami institusi ekonomi, politik, agama, budaya dan keluarga sehingga kita tahu sejauh mana dan bagaimana institusi-institusi itu menyebabkan ketidakadilan sosial. Dengan mempelajari institusi-institusi itu, kita akan mampu melihat satu masalah sosial yang ada dalam konteknya yang lebih luas. Dan kalau kita berhasil melihat suatu masalah sosial yang hendak kita pecahkan dalam konteks yang lebih luas, maka kita pun dapat menentukan aksi yang lebih tepat yang diharapkan dapat menyembuhkan sebab masalah tersebut. Selain itu, Analisa sosial menyelidiki sebab historisitas atau struktur yang mempengaruhi dan akibat dari historisitas.
Sebagai agen perubahan dan kontrol sosial, mahasiswa tentunya tidak tinggal diam. Mau tidak mau mahasiswa harus terlibat dalam proses analisa sosial. Mahasiswa, dengan ikrarnya dalam tri dharma perguruan tinggi secara tidak langsung mengemban tugas-tugas yang termaktub di dalamnya yakni tugas pembelajaran, penelitian, dan pengabdian. Di samping itu, mahasiswa juga mengemban tanggungjawab moral, sosial, dan intelektual. Oleh karena itu, analisa sosial menjadi penting dan tepat dilakukan oleh mahasiswa.
B.    Teori-Teori Analisa Sosial
Dalam melakukan analisa sosial diperlukan suatu teori untuk melakukan pendekatan terhadap fenomena sosial yang dikaji. Adapun teori-teori yang sering diguakan dalam analisa sosial adalah teori struktural fungsional (baca: konsensus) dan teori konflik.
Asal-usul perdebatan konsensus – konflik mulai tahun 1960-an. Perdebatan ini muncul sebagai reaksi terhadap apa yang dipandang para sosiolog sebagai perlakuan berlebihan Talcott Parson (1961) atas peranan konsensus nilai dalam sistem sosial. Teorinya menanggapi masyarakat sebagai satuan yang terorganisasi di seputar suatu sistem nilai yang dipertahanakan.
Isu konsensus – konflik berkaitan dengan peran yang dimainkan dalam mewujudkan ketertiban sosial. Dua jalur pemikirannya memberikan representasi yang berbeda mengenai masyarakat. Namun demikian, keduanya memiliki kesamaan. Teori konsensus – konflik adalah teori level makro yang mana pusat perhatiannya adalah struktur skala besar dan institusi sosial. Selain itu, teori konsensus – konflik berada dalam paradigma sosiologi yang sama, yaitu paradigma “fakta sosial”.
1.     Teori Struktural Fungsional
Teori Struktural Fungsional ini disebut juga sebagai teori konsensus. Tokoh-tokoh teori ini diantaranya adalah Plato, Auguste Comte, Emile Durkheim dan Talcott Parsons. Sedangkan tokoh utama dalam teori struktural fungsional adalah Talcott Parsons (1961). Parsons secara khusus mengkonsepsikan sistem sosial yang memiliki bersama nilai-nilai, norma-norma, keyakinan-keyakinan, dan bahasa. Parsons juga mengkaji hubungan antar faktor-faktor tersebut secara sistematis.
Secara garis besar, teori Struktural Fungsional menganggap masyarakat senantiasa berubah secara berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan setiap struktur yang ada, fungsional bagi sistem sosial itu. Demikian pula semua institusi yang ada, diperlukan oleh sistem sosial itu, bahkan kemiskinan serta kepincangan sosial sekalipun. Masyarakat dilihat dalam kondisi: dinamika dalam keseimbangan.
Pemikiran-pemikiran teori struktural fungsional:
-          Nilai dan norma merupakan sesuatu yang fundamental bagi masyarakat.
-          Fokus pada tatanan yang didasarkan atas persetujuan/kesepakatan.
-          Perubahan sosial terjadi secara pelan dan teratur.
-          Masyarakat berada dalam kondisi statis atau tepatnya bergerak dalam kondisi keseimbangan.
-          Setiap institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas.
-          Anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai dan moralitas umum
2.     Teori Konflik
Teori ini merupakan pertentangan secara langsung terhadap Teori Struktural Fungsional. Tokoh-tokoh teori konflik adalah Aristoteles, Karl Marx, George Simmel, dan Ralp Dahrendorf. Penggagas teori ini menaruh minat lebih besar pada perbenturan kepentingan dari pada konsensus nilai-nilai. Konsensus dipandang sebagai ilusi.
Konsep utama teori ini adalah wewenang dan posisi. Inti tesisnya berbunyi: Distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa kecuali menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematis. Perbedaan wewenang adalah suatu tanda dari adanya berbagai posisi dalam masyarakat. Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur. Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan terkena sanksi. Dengan demikian masyarakat disebut sebagai persekutuan yang terkoordinasi secara paksa (imperatively coordinated associations).
Pemikiran-pemikiran teori konflik:
-          Menegaskan dominasi beberapa kelompok sosial tertentu atas kelompok sosial yang lain.
-          Tatanan yang didasarkan atas manipulasi dan kontrol kelompok dominan.
-          Perubahan sosial terjadi secara cepat dan tidak teratur, ketika kelompok subordinat menggeser kelompok dominan.
C.    Langkah-Langkah Analisa Sosial
  1. Memilih dan menentukan sasaran analisis
Dalam menentukan permasalahan mana yang akan dianalisis maka harus berdasarkan pada pertimbangan rasional, yang artinya bahwa realitas yang akan dianalisis merupakan masalah yang memiliki dampak sosial dan tentunya sesuai dengan visi/misi organisasi.
  1. Mengumpulkan fakta dan data.
Untuk dapat menganalisis masalah secara utuh, maka perlu didukung dengan data – data/ infiormasi penunjang yang lengkap dan relevan. Baik berupa dokumen dari media massa, kegiatan observasi ataupun investigasi langsung kelapangan. Dalam hal ini keakuratan data harus benar – benar dipastikan karena berkaitan dengan validitas data yang nantinya akan menjadi patokan dalam melakukan tindakan selanjutnya.
  1. Mengelompokkan fakta dan data tersebut secara sistematis ke dalam kolom-kolom. Misalnya tiga kolom bidang kehidupan masyarakat, yaitu politik, ekonomi dan sosio-budaya.
  2. Fakta dan data dalam masing-masing kolom itu dirangkum secara sistematis per kolom ke dalam kira-kira 10 rumusan pokok secara singkat, mengena dan padat yang mengungkapkan suatu masalah, hubungan sebab akibat, dan lain sebagainya.
  3. Memberikan bobot terhadap rumusan-rumusan pokok di dalam masing-masing kolom tersebut menurut mendesaknya (masalah besar) dan/atau pentingnya (faktor strategis) kenyataan yang diungkapkan oleh tiap-tiap rumusan.
  4. Analisis mengapa keadaan itu demikian? Apa latar belakangnya? Dalam hal ini bisa dilakukan dengan analisis SWOT.
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pemecahan masalah. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threat).

                            S dan W

O dan T
STRENGTH (S)
Tentukan 5 – 10 faktor-faktor kekuatan internal
WEAKNESS (W)
Tentukan 5 – 10 faktor-faktor kelemahan internal
OPPORTUNITY (O)
Tentukan 5 – 10 faktor-faktor peluang eksternal
STRATEGI SO
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI WO
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
THREAT (T)
Tentukan 5 – 10 faktor-faktor ancaman eksternal
STRATEGI ST
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WT
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Gambar Matrik SWOT
  1. Terhadap bahan yang sudah disiapkan ini perlu dikemukakan pertanyaan terus-menerus: Mengapa semua itu demikian? Apa sebab-musababnya yang lebih mendalam? Dengan perkataan lain, perlu membongkar struktur-struktur dalam (vertical analysis).
  2. Mencari kesamaan dan perbedaan antara hubungan-hubungan dalam itu (cross analysis) dengan membandingkan hasil analisis vertikal masing-masing kolom. Sehubungan dengan itu bisa ditanyakan antara lain: Manakah ciri-ciri khas yang sama di semua bidang hidup masyarakat? Apakah yang akhirnya memapankan masyarakat seluruhnya itu? Adakah salah satu bidang atau segi yang sangat dominan? Segi historis: bagaimana semua itu terjadi? Masa depannya?
  3. Meninjau dimensi historis dari semua hasil analisis di atas, misalnya dengan bertanya: Bagaimana keadaan sekarang bisa diterangkan secara historis? Apakah ada periode, peristiwa-peristiwa dan saat-saat peralihan yang sangat penting? Apakah ada dinamika perkembangan tertentu dalam masing-masing bidang atau masyarakat keseluruhan? Ke arah masa depan tendensi apa saja yang terasa dan sudah tampak?
  4. Menyusun rangkuman hasil analisis.
  5. Meninjau kembali dan menyoroti secara kritis premis-premis nilai yang ada. Sebagai titik tolak dapat diajukan pertanyaan seperti:
-          Bagaimana saya mengalami kenyataan yang dianalisis itu?
-          Bagaimana saya mengartikan dan menilainya?
-          Dimana tempat saya dalam kenyataan itu?
-          Keputusan: Apa yang bisa dibuat? Apa  yang akan kita buat?
  1. Menarik beberapa kesimpulan tentang apa yang ingin dan bisa diusahakan secara perorangan atau bersama-sama. Dalam menyusun suatu kebijakan atau program kerja perlu diperhatikan “apa yang dapat dijangkau”, mengingat bermacam-macam hambatan yang selalu ada. Perlu juga perencanaan dengan strategi yang hendak ditempuh, prioritas-prioritas serta operasionalisasi dari semua itu.
  2. Evaluasi, Sejauh mana tindakan yang diambil berhasil? Apa yang dicapai? Apa yang tidak berhasil? Mengapa ada kegagalan? Apakah ada kesalahan dalam analisis? Ataukah dalam perencanaan? Ataukah dalam pelaksanaan?

  1. Ruang Lingkup Analisa Sosial
Ruang lingkup analisa sosial meliputi:
-          Birokrasi
Birokrasi yang secara etimologis berarti 'kekuasaan di belakang meja' atau meminjam definisi Lance Castle adalah "orang-orang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan". Dalam kacamata awam birokrasi adalah aparat pemerintah (pegawai negeri), yang dalam jargon Korpri sebagai abdi negara (yang melayani negara) bukan sebagai abdi rakyat (civil servant) yang melayani masyarakat.
Dalam melakukan analisa sosial, birokrasi menjadi ruang dimana kebijakan – kebijakan yang diputuskan harus di control. Karena birokrasi memiliki hubungan dengan kepentingan orang banyak (masyarakat) sehingga perlu adanya sebuah pengawasan agar ttidak terjadi penyalagunaan kebijakan
-          Institusi
Institusi adalah suatu alat yang digunakan manusia sebagai batasan dalam berinteraksi antar sesama manusia. Batasan ini bisa berupa aturan formal (sistem kontrak, undang – undang, hukum, regulasi) dan aturan informal (konvensi, kepercayaan dan norma sosial dan budaya) beserta aturan penegakan (enforcement) yang memfasilitasi atau membentuk perilaku (behaviour) individu atau organisasi di masyarakat
-          Sistem

-          Publik 
1 comment:
Write komentar
  1. Untuk ansos sendiri apa yang dipahami dulu sebelum membawakan materinya

    ReplyDelete